عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ
هَكَذَا ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا
شَيْئًا
Artinya: Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dia berkata:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Aku dan orang yang
mengurus (menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti
ini.” Beliau mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan
jari tengah serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Imam Al-Bukhari).
(*) BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS INI:
1. Hadits SHOHIH ini menunjukkan kepada kita tentang besarnya pahala Dan keutamaan bagi orang yang mengasuh anak Yatim, yaitu ia akan menjadi orang yang dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dalam Surga.
1. Hadits SHOHIH ini menunjukkan kepada kita tentang besarnya pahala Dan keutamaan bagi orang yang mengasuh anak Yatim, yaitu ia akan menjadi orang yang dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di dalam Surga.
2. Yang dimaksud mengasuh anak Yatim ialah mencakup merawat n
memeliharanya, menanggung biaya hidup (makan, minum, n pakaian) dan
pendidikannya, membimbingnya dengan bimbingan islami dalam Hal aqidah
(keyakinannya), ibadahnya, akhlak n muamalahnya dengan sesama makhluk.
Atau bila Tidak mampu membimbingnya sendiri (secara langsung) karena
keterbatasan ilmu agama, maka ia berupaya mengarahkan Dan
menyekolahkannya di lembaga-lembaga pendikan islami yg bisa dipercaya n
dipertanggung jawabkan kelurusan aqidah n pemahamannya thdp agama Islam,
serta kurikulum n sistem pendidikannya.
3. Keutamaan dan pahala besar tersebut akan diperoleh bagi siapa pun
dari kaum muslimin yang mengasuh anak yatim, baik anak yatim itu adalah
anaknya sendiri (dalam hal ini ibu kandungnya), maupun anak yatim dari
orang lain. Demikian pula halnya, apakah anak yatim itu termasuk
kerabatnya maupun yang tidak ada hubungan kekerabatan sama sekali. Dan
jika anak yatim itu dari kerabatnya, maka sudah pasti pahala mengasuhnya
lebih besar di sisi Allah ta’ala.
Hal ini berdasarkan hadits Shohih berikut. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Artinya: “Orang yang menanggung (mengasuh) anak yatim miliknya atau
milik orang lain, aku dan dia seperti dua jari ini di surga.” Malik
(perowi hadits) mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah.” (HR.
Muslim).
4. Yang dimaksud anak Yatim menurut pengertian syar’i ialah setiap
anak laki-laki atau perempuan yang ditinggal mati oleh ayahnya sedangkan
anak tsb belum baligh (walaupun ia masih punya ibu kandung).
Berdasarkan pengertian syar’i ini, maka bukan termasuk anak Yatim dalam beberapa keadaan berikut ini:
a. Setiap anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sedangkan ia sudah baligh.
b. Setiap anak yang ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan ia masih punya ayah kandung.
c. Setiap anak yang ditinggal pergi oleh ayahnya bukan karena mati.
Tapi karena terjadi perceraian dengan ibunya, atau karena ayahnya
menikah lagi dengan wanita selain ibu kandungnya, sehingga ia n ibunya
ditelantarkan dan tidak diberi nafkah.
5. Tanda-tanda baligh pada anak laki-laki dan perempuan adalah
sebagai berikut. Yakni apabila salah satu tanda ini sudah ada, berarti
anak tersebut sudah dinyatakan baligh, Yaitu:
a. Mimpi “basah” (yakni mimpi berhubungan badan dengan lawan jenis).
b. Tumbuhnya bulu (rambut) kasar di sekitar kemaluan.
c. Mencapai usia 15 tahun.
d. Keluarnya darah haidh (tanda ini khusus bagi anak perempuan).
6. Beberapa hukum Islam berkaitan dengan anak Yatim, di antaranya:
a. Anak Yatim yang diasuh atau diangkat oleh seseorang tidak boleh
dinasabkan kepada orang tua asuh atau orang tua angkatnya, karena pada
hakikatnya ia bukan anak kandung.
Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
Artinya: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah,
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (QS.
al-Ahzaab: 5).
b. Anak yatim yang diasuh atau diangkat oleh seorang muslim atau
muslimah bukanlah termasuk mahrom baginya. Oleh karenanya, hendaknya
para pengasuh yatim atau orang tua angkat menutup aurat di hadapan anak
yatim tsb sebagaimana ia menutup aurat dari hadapan orang lain yg bukan
mahromnya.
c. Anak Yatim yg diasuh atau diangkat oleh seseorang muslim/muslimah
tidak berhak mendapatkan jatah warisan dari orang tua angkatnya jika ia
mati, karena pada hakikatnya ia bukan anak kandung n tidak termasuk Ahli
Waris.
Demikian beberapa pelajaran penting dan faedah ilmiah yg dapat kami
sebutkan dari Hadits Shohih ini. Smg mudah dipahami n menjadi tambahan
ilmu yg bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 14 Juni 2013).
(SUMBER: BBG Majlis Hadits, chat room Kajian Hadits Shohih. PIN: 2987565B)
Posting Komentar